top of page

TAKIS : Talk About Health Issue - Stunting

  • Writer: CIMSA UIN
    CIMSA UIN
  • Feb 26, 2019
  • 2 min read

CEGAH STUNTING, KENALI PENYEBABNYA

Pada tahun 2017, Pemantauan Status Gizi (PSG) menyatakan bahwa prevalensi balita dengan stunting di Indonesia sebesar 29,6% dan stunting merupakan salah satu masalah yang berkontribusi besar dalam kematian anak balita di dunia setiap tahunnya. Oleh karena itu, permasalahan stunting ini perlu menjadi perhatian khusus sehingga dibutuhkan pengetahuan dasar mengenai stunting agar prevalensi stunting di Indonesia tidak meningkat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Sedangkan menurut WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, definisi balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya dengan standar baku nilai z-score kurang dari -2SD. Dan untuk balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -3SD dikategorikan sangat pendek.


Faktor yang menyebabkan permasalahn stunting ini diantaranya meliputi pemberian gizi selama kehamilan, pemberian gizi selama masa bayi hingga balita, dan penyakit yang diderita dari awal kelahiran. Gejala yang harus diperhatikan oleh seorang ibu mengenai stunting adalah anak terlihat pendek dibandingan dengan anak seusianya dan biasanya bersamaan dengan terjadinya indeks masa tubuh anak yang kurang dan pertumbuhan tinggi yang lambat. Stunting yang menyebabkan kegagalan pertumbuhan akibat kekurangan zat gizi memiliki dampak yang serius bagi anak karena anak bisa jatuh ke dalam keadaan malnutrisi sehingga anak cenderung rentan terhadap penyakit infeksi dengan tingkat kekambuhan yang tinggi. Hal yang dapat dilakukan oleh seorang ibu untuk mencegah kejadian stunting diantaranya dengan cara mengukur tinggi badan balita atau panjang badan bayi secara rutin terutama pada saat melakukkan imunisasi. Selain itu, dapat juga dilakukan pengelompokan asupan gizi sesuai usia. Kelompok balita usia 0-6 bulan dapat diberikan ASI eksklusif dan untuk usia 6 bulan – 2 tahun perlu di perhatikan kebutuhan zat gizi anak agar seimbang.


Kejadian stunting dapat dicegah dengan menjaga asupan makanan seimbang saat hamil agar tidak megalami kekurangan energi kronis dan merekomendasikan multivitamin zat besi selama kehamilan untuk mencegah anemia. Selain itu, ibu juga wajib memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan pertama. Setelah pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan, bayi sudah mulai diberikan makanan tambahan dengan gizi seimbang dan ibu wajib memperhatikan higienitas dari asupan bayi untuk mencegah infeksi pada anak seperti diare dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yang mempengaruhi pertumbuhan pada anak. Jika ibu bisa menjaga kebersihan dan kesehatan anak agar tidak terkena infeksi, maka faktor resiko gangguan pertumbuhan pada anak akan berkurang.


Peran yang dapat dilakukan mahasiswa kedokteran dalam permasalahan stunting adalah dengan upaya promotif berupa edukasi kepada ibu hamil atau melalui desa binaan organisasi masing-masing. Selain itu, mahasiswa kedokteran juga dapat memanfaatkan media sosial untuk menyadarkan teman-teman sebaya melalui kampanye bahaya stunting dan langkah yang dapat diambil untuk mencegahnya, sehingga prevalensi stunting di Indonesia dapat menurun.



Reference:

  1. Pusat Data dan Informasi KEMENKES RI. 2016

  2. Prendergast AJ, Humphrey JH. The stunting syndrome in developing countries. Paediatr Int Child Health. 2014

 
 
 

Comments


Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

© 2017 by CIMSA FK UIN SH

bottom of page